TarikhTarikh

Pengangkatan Abu Bakar RA

Rasulullah SAW menerima tugas Rasul bukan sekedar sebagai pembawa risalah Islam saja, beliau ditakdirkan menjadi manusia biasa terpilih, maksum, kemudian menerima takdir sebagai pemimpin umat manusia penutup zaman. Setelah Rasulullah SAW wafat, para sahabat Rasulullah SAW merasakan adanya kekosongan kepemimpinan di tengah umat, dan para sahabat Nabi pun berkumpul untuk menentukan pilihannya.

Para sejarahwan seperti Ibnu Ishaq, al-Thabari menceritakan bahwa sesaat setelah Rasulullah wafat, para sahabat Nabi yang ketemu langsung dengan rasulullah utusan Allah SWT merasa tidak bisa menerima, merasa tidak percaya akan takdir kematian seorang utusan pilihan. Sepeninggalnya Nabi, kondisi masyarakat masih dalam keadaan tidak menentu. Umumnya keadaan manusia tanpa pemimpin menjadi tidak beraturan, begitu juga kaum muslim di Madinah juga dakwah islam waktu itu akan menjadi kacau jika alur kepemimpinan estafet dakwah terputus tanpa komando kecerdasan ketaatan yang kuat. Kondisi manusia-manusia terdidik terus berusaha memikirkan jalannya gerak dakwah islam dengan cara mengangkat pemimpin untuk pengampu kepemimpinan islam kepemimpinan dakwah.

Ibnu Ishaq menceritakan keadaan umumnya, bahwa masyarakat Ansor dan Muhajirin berbeda pendapat terkait sosok yang akan menjadi suksesi Nabi setelah wafatnya. Suksesi di sini bukan dalam persoalan kenabian, tetapi menjadi pengganti kepemimpinan umat. Karena memang risalah ajaran ketuhanan sudah disempurnakan.

Pertentangan sudut pandang terkait proses pengangkatan pemimpin Abu Bakar ra sebagai khalifah berlangsung dramatis. Ketika kaum Muhajirin dan Ansor berkumpul di Saqifah bani Sa’idah terjadi perdebatan tentang calon khalifah. Masing-masing mengajukan argumentasinya tentang siapa yang berhak sebagai khalifah.

Kaum Ansor mencalonkan Said bin Ubaidillah, seorang pemuka dari suku al-Khajraj sebagai pemimpin. Dalam kondisi tersebut Abu Bakar, Umar, dan Abu Ubaidah bergegas menyampaikan pendirian kaum Muhajirin, yaitu agar menetapkan pemimpin dari kalangan Quraisy.

Tetapi, hal tersebut mendapat penolakan keras dari al-Hubab bin Munzir (kaum Ansor). Di tengah perdebatan tersebut Abu Bakar mengajukan dua calon khalifah yaitu Abu Ubaidah bin Zahrah dan Umar bin Khattab, namun kedua tokoh ini menolak usulan tersebut. Umar bin Khattab tidak membiarkan proses rumit berkelanjutan, takdir suara lantang umar mampu memunculkan titik temu jalan terang.Suara yang lantang beliau membaiat Abu Bakar sebagai khalifah yang diikuti oleh Abu Ubaidah, kemudian proses pembaiatan pun terus berlanjut seperti yang dilakukan oleh Basyir bin Saad beserta pengikutnya yang hadir dalam pertemuan tersebut.

Para ulama menyebutkan bahwa Abu Bakar al-Shiddiq merupakan satu-satunya sahabat Nabi yang pernah menggantikan Nabi Muhammad Saw sebagai imam salat. Pesan secara tersirat bahwa Abu Bakar memang layak menggantikan Rasulullah. Di sisi lain, untuk menghindari perseteruan berkepanjangan antara kaum Muhajirin dan Ansor, di mana kaum Ansor sudah berkumpul di Bani Tsaqifah untuk mengangkat Saad bin Ubadah sebagai pemimpin, Abu Bakar al-Shiddiq menghampiri mereka dan melakukan distribusi kekuasaan.

Abu Bakar al-Shiddiq mengatakan, kami adalah pemimpinnya, dan kalian adalah para menterinya (Nahnu al-Umara’ wa Antum al-Wuzara’). (lihat Tarikh al-Khulafa’ karya al-Suyuthi)

dalam kondisi awal peradaban manusia terdidik, manusia islam yang tertanam kuat ketaatan meneruskan jalur dakwah islam dengan pengangkatan khalifah sepagai pemimpinan pun tidak sepenuhnya mulus. Ada beberapa orang yang belum memberikan ikrar, seperti Ali bin Abi Thalib, Abbas bin Abdul Muthalib, Fadl bin al-Abbas, Zubair bin al-Awwam bin al-Ash, Khalid bin Sa’id, Miqdad bin Amir, Salman al-Farisi, Abu Zar al-Ghifari, Amma bin Yasir, Bara bin Azib dan Ubai bin Ka’ab. Telah terjadi pertemuan sebagian kaum Muhajirin dan Ansor dengan Ali bin Abi Thalib di rumah Fatimah, mereka bermaksud membaiat Ali bin Abi Thalib dengan anggapan bahwa beliau lebih patut menjadi khalifah karena berasal dari bani Hasyim yang berarti ahlul bait.

Proses pengangkatan kepemimpinan islam dengan hasil interprestasi Abu Bakar ra, sebagai khalifah pertama, menunjukkan betapa seriusnya masalah suksesi kepemimpinan dalam manusia didunia, manusia Islam pada saat itu. Terangkatnya Abu Bakar al-Shiddiq untuk menjadi pemimpin bagi umat Islam setalah wafatnya Rasulullah bukanlah suatu kebetulan. Akan tetapi jika dianalisa lebih dalam dapat disimpulkan bahwa sosok Abu Bakar al-Shidiq telah dikader untuk menjadi pengganti pemimpin setelah Rasulullah tiada.

Kebenaran hal ini dapat disimpukan dari beberapa indikator sebagai berikut, yaitu:

Pertama, kepemimpinan Abu Bakar dalam Shalat menjadi acuan dalam kepemimpinan Abu Bakar al-Shiddiq sebagai pengganti kepemimpinan Nabi ketika nabi masih hidup maupun setelahnya. Ibrah diambil Ketika Rasulullah menderita sakit sebelum ia wafat, beliu tidak mampu untuk menjadi imam, abu bakar menjadi imam bagi orang-orang yang telah berkumpul di masjid untuk melaksanakan shalat.

Bilal menemui Rasulullah SAW dan bertanya: “Wahai Rasulullah, siapakah yang akan menjadi imam bagi kami. Rasulullah menjawab: mintalah Abu Bakar untuk menjadi imam shalat”. Abu Bakar kemudian menjadi Imam shalat bagi jamaah yang ada di mesjid selama delapan hari dan sementara itu wahyu turun. Rasulullah diam karena Allah diam dan orang-orang yang beriman diam karena Rasulullah diam. Rasulullah kemudian berkata, “Semoga Allah memberkatimu” (wahai Abu Bakar)[5].

Kedua, Abu Bakar al-Shiddiq merupakan sahabat yang paling utama, dekat dan setia dengan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.

Hal ini diyatakan dalam sebuah hadis dari Rasulullah :

عَنِ ابْ نِ عَبَّاسٍ – رضى االله عنهما – عَنِ النَّبِىِّ – صلى االله عليه وسلم – قَالَ « وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِ ذًا مِنْ أُمَّتِى خَلِيلاً لاَتَّخَذْتُ ، أَبَا بَكْرٍ وَلَكِنْ أَخِى وَصَاحِبِى »رواه البخاري

Artinya, “Dari Ibnu Abbas ra dari Rasulullah SAW ia pernah bersabda, “Jika seandainya aku dibolehkan untuk mengambil teman dekat dari ummatku maka sungguh aku akan memilih Abu Bakar. Akan tetapi ia adalah saudara dan juga sahabatku.” (HR. Bukhary)[6].

Ketiga, Rasulullah pernah merekomendasikan Abu Bakar al-Shiddiq dalam memutuskan perkara di tengah umat.

Hal ini dijelaskan dalam hadis :

عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جُبـَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ أَتَتِ امْرَأَةٌ النَّبِىَّ – صلى االله عليه وسلم فَأَمَرَهَا أَنْ تـَرْجِ عَ إِلَيْهِ . قَ الَتْ أَرَأَيْتَ إِنْ جِ ئْتُ وَلَمْ أَجِدْكَ كَأَنـَّهَا تـَقُولُ الْمَوْتَ . قَالَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ « إِنْ لَمْ تَجِ دِينِى فَأْتِى أَبَا بَكْرٍ : رواه البخاري

Artinya: “Dari Muhammad bin Jubair bin Muth`im dari bapaknya ia berkata bahwa ada seorang perempuan pernah mendatangi Rasulullah dan ia kemudian diperintahkan untuk datang kembali. Perempuan itu berkata, “Bagaimana seandainya aku kembali dan tidak mendapatimu (seakan yang dimaksud oleh wanita itu adalah meninggal). Rasulullah menjawab, “Jika seandainya engkau tidak menemuiku maka temuilah Abu
Baka” (HR. Al-Bukhary)[7].

Keempat, Abu Bakar al-Shiddiq memperoleh kemulian yang lebih dari sahabat lain ketika beliau senantiasa menemani Rasulullah SAW dalam berhijrah.

Kesetiaan Abu bakar dalam mendampingi dan melindungi Rasulullah tersebut, dipuji oleh Allah taala dalam firman-Nya:

إِلاَّ تـَنْصُرُوهُ فـَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثـْنـَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يـَقُولُ لِصَاحِ بِهِ لاَ تَحْزَ نْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا ( التوبة : 40 )

Artinya: “Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) Maka Sesungguhnya
Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang Dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu Dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita.” (QS. Al-Taubah: 40).

Kelima, Rasulullah mempercayakan kepada Abu bakar al-Shiddiq untuk memimpin rombongan jamaah haji pada haji al-Ammah yaitu haji sebelum haji wada’.

Pasca pengangkatan Khalifah Abu Bakar al-Shiddiq, ia diberi gelar dengan khalifat rasulillah (pengganti Rasulullah). Hal ini menunjukkan bahwa Abu Bakar tidak mengklaim dirinya sebagai ‘pemimpin’ umat Islam atau amirul mukminin. Adapun gelar amirul mukminin baru ada ketika kekhalifahan al-Rasyidin berada di bawah sahabat Umar bin al-Khattab.

Wallahu A’lam.

Share Kebaikan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *