Perang Dzi Amar
Perang Dzi Amar (bahasa Arab: غزوة ذي أمر), dalam bahasa internasional disebut Raid on Ghatafan, terjadi secara langsung setelah Invasi Sawiq Rabiul Awal tahun 3 Hijriyah dari kalender Qomariyah kalender Islam, bertepatan September 624 Masehi. Ekspedisi tersebut diperintahkan oleh Nabi Muhammad SAW setelah memperoleh informasi bahwa suku Banu Muharib dan Banu Thalabah, berencana menyerang pinggiran Madinah. dengan berdasar sumber informasi ini Nabi Muhammad SAW ikut turun ke medan tempur bersama pasukan 450 orang menghadapi orang-orang Ghathafan dari Bani Tsa’labah bin Muharib yang hendak menyerang Madinah. lalu beliau menyerahkan urusan Madinah kepada Utsman bin Affan. Peperangan ini merupakan operasi militer terbesar yang dipimpin Rasulullah ﷺ , sebelum Perang Badar. Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram tahun ketiga Hijriah.
Di tengah-tengah perjalanan, mereka menangkap seseorang dari Bani Tsa’labah bernama Jabbar. Ia pun dibawa kepada Rasulullah ﷺ . Lalu Beliau menyerukan Islam kepada-nya, dan ia pun masuk Islam. Kemudian dibolehkan bergabung bersama Bilal dan menjadi penunjuk jalan pasukan kaum muslimin menuju daerah musuh.
Dalam perjalanan Rasulullah mengejar orang-orang Ghathafan, beliau kehujanan lalu melepas pakaiannya dan menjemurnya. Saat beliau sedang duduk istirahat, datanglah seorang laki-laki yang bernama Du’tsur bin al-Harits mengacungkan pedang ke kepala Rasulullah. Ia berkata, “Siapa yang akan menghalangimu dariku sekarang?” Maksudnya, siapa yang akan menolongmu dari pedangku.
Dengan tenang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Allah.” Lalu ia pun tergetar dan jatuhlah pedang dari tangannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil pedang tersebut dan berkata, “Siapa yang akan menghalangimu dariku?” Ia menjawab, “Tidak ada seorang pun.” Kemudian ia mengucapkan dua kalimat syahadat.
Setelah itu Du’tsur datang menemui kaumnya dan mendakwahkan Islam kepada mereka. Lalu turunlah ayat:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ هَمَّ قَوْمٌ أَنْ يَبْسُطُوا إِلَيْكُمْ أَيْدِيَهُمْ فَكَفَّ أَيْدِيَهُمْ عَنْكُمْ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kamu akan nikmat Allah (yang diberikan-Nya) kepadamu, di waktu suatu kaum bermaksud hendak menggerakkan tangannya kepadamu (untuk berbuat jahat), maka Allah menahan tangan mereka dari kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang mukmin itu harus bertawakkal.” (QS. Al-Maidah: 11).
Peristiwa ini pun berakhir tanpa kontak senjata. Musuh bercerai-berai di puncak-puncak gunung, ketika mendengar kedatangan pasukan kaum Muslimin. Nabi ﷺ bersama pasukannya sampai di tempat berkumpulnya mereka, yaitu di Dzi Amar.
Di sana beliau tinggal selama sebulan penuh, Bulan Safar tahun ketiga Hijriah, untuk menunjukkan kekuatan kaum muslimin kepada orang-orang Arab Badui dan agar mereka merasa takut. Setelah itu beliau kembali ke Madinah.
Sumber : arrisalah.net PEristiwa Dzi Amr