kumpulan peristiwa-peristiwa penting di bulan Sya’ban
kumpulan peristiwa-peristiwa penting di bulan Sya’ban
pindahnya arah kiblat dari Baitul Maqdis ke arah Ka’bah (Masjidilharam di Makkah Al-Mukarramah)
Penamaan itu karena orang-orang Arab dulu pada bulan tertentu berkelompok saat bekerja mencari nafkah. Ada banyak peristiwa-peristiwa penting di bulan Sya’ban ini.
Inilah uraian singkat beberapa peristiwa penting di Bulan Sya’ban’;
salah satu peristiwa penting yaitu pemindahan kiblat shalat. Setelah sekitar tujuh belas bulan berada di Madinah, Nabi masih sholât menghadap Al-Quds (Baitulmaqdis atau Baitul Muqadasah di Palestina), Allah mengabulkan keinginan Nabi, sehingga kiblatnya berpindah ke arah Ka’bah (Masjidilharam di Makkah Al-Mukarramah).
Sebagaimana firman Allah dalam ayat berikut:
قَدْ نَرٰى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى السَّمَاۤءِۚ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضٰىهَا ۖ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۗ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَهٗ ۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ لَيَعْلَمُوْنَ اَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّهِمْ ۗ وَمَا اللّٰهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُوْنَ
“Kami melihat wajahmu (Muhammad) sering menengadah ke langit, maka akan Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau senangi. Maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja engkau berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu. Dan sesungguhnya orang-orang yang diberi Kitab (Taurat dan Injil) tahu, bahwa (pemindahan kiblat) itu adalah kebenaran dari Tuhan mereka. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS: Al-Baqarah (2): 144).
Perang Bani Mushthaliq
peristiwa penting Perjuangan dalam medan perang ini terjadi di Bulan Sya’ban’ adalah pemindahan perang Bani Mushtaliq. Para ulama sejarah berbeda pendapat dalam masalah ini, ada tiga pendapat.
Di antara mereka berpendapat bahwa perang ini terjadi pada bulan Sya’ban tahun keenam Hijrah. Demikian menurut pendapat Ibnu Ishay, Khalifah bin Khayyath dan Ibnu Jarir Ath-Thabari.
Ada pendapat yang mengatakan, pada bulan Sya’ban tahun keempat Hijrah, seperti pendapat Al-Mas’udi. Kelompok lain berpendapat, bulan Sya’ban tahun kelima Hijrah, di antara mereka adalah Musa bin Uqbah, Ibnu Sa’ad, Ibnu Qutaibah, AlBaladzuri , Adz-Dzahabi. Ibnul Qayyim, Ibnu Ilajar Al-Asqalani dan Ibnu Katsir. Di antara ulama modern yang berpendapat demikian adalah Al-Khudhari Bek, Al-Ghazali dan Al-Buthi.
Kematian Sa’ad bin Mu’adz adalah setelah Perang Bani Quraizhah. Perang Bani Quraizhah terjadi pada bulan Dzulqa’dah tahun kelima Hijrah menurut pendapat yang kuat, dengan demikian dapat dipastikan bahwa Perang Bani Mushthalig terjadi sebelum itu.
Penyerahan Amal pada Allah
Peristiwa penting di bulan syaban adalah semua amal diserahkan Allah.
Dari ‘Aisyah r.a.. “Rasulullah ﷺ tidak pernah berpuasa (Sunah) lebih banyak melainkan di bulan Sya’ban, yaitu Beliau berpuasa pada bulan itu seluruhnya.” (HR. Bukhari, Muslim, dan Ahmad).
Berdasarkan hadist di atas, sebagian ulama memberikan catatan khusus mengenai puasa di bulan Sya’ban;
(1) Jangan hanya mengkhususkan diri berpuasa pada pertengahan bulan Sya’ban yang dikenal Nishfu Sya’ban,
(2) Hendaknya tidak berpuasa pada hari syak (hari yang meragukan apakah sudah masuk Ramadhan atau belum), yakni sehari atau dua hari pada akhir Sya’ban, kecuali bagi seseorang yang kebetulan bertepatan dengan puasa sunah yang disyariatkan, seperti puasa Daud atau puasa Senin-Kamis.
kenapa Rasulullah ﷺ memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban? sebuah pertanyaan yang terlintas di benak Usamah bin Zaid r.a sehingga ia langsung menemui Rasulullah ﷺ dan bertanya, kenapa Rasulullah berpuasa lebih banvak di bulan Sya’ban dibandingkan bulan lainnya?
Beliau memberikan penjelasan, “Banyak manusia yang lalai di bulan Sya’ban. Pada bulan itu semua amal diserahkan kepada Allah SWT. Dan aku suka ketika amalku diserahkan kepada Allah, aku dalam keadaan puasa.”
Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki juga mengutip sebuah hadits riwayat An-Nasa’i yang meriwayatkan dialog Usamah bin Zaid dan Nabi Muhammad ﷺ. Itulah alasan kenapa beliau mengistimewakan bulan ini, dengan memperbanyak puasa.
Anjuran Shalawat untuk Rasulullah ﷺ
peristiwa penting di Bulan Sya’ban’ adalah diturunkan ayat anjuran untuk bershalawat untuk Nabi Muhammad ﷺ , yaitu Surat Al-Ahzab ayat 56.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Sungguh Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, shalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS: Al-Ahzab : 56)
Ibnu Abi Shai Al-Yamani mengatakan, bulan Sya’ban adalah bulan shalawat. Karena pada bulan itulah ayat tentang anjuran shalawat diturunkan.
Pendapat ini dikuatkan oleh pendapat Imam Syihabuddin Al-Qasthalani dalam Al-Mawahib-nya, serta Ibnu Hajar Al-Asqalani yang mengatakan bahwa ayat itu turun pada bulan Sya’ban tahun ke-2 Hijriyaah.
Puasa Ramadhan yang Pertama
Peristiwa-peristiwa penting di Bulan Sya’ban adalah perintah puasa Ramadhan pertama kali. 1 Ramadhan tahun ke-2 H, bertepatan dengan 26 Februari 624 M, adalah Ramadhan pertama kaum Muslimin berpuasa.
Ada yang berpendapat, kewajiban puasa Ramadhan diumumkan oleh Nabi ﷺ pada hari Senin, 1 Sya’ban 2 H. Ibnu Jarir dalam kitab Jami’ul Bayan, berkata, “Pada tahun ini puasa bulan Ramadhan diwajibkan. Ada yang berpendapat: Puasa Ramadhan disampaikan kewajibannya pada bulan Sya’ban tahun yang sama. Kemudian diriwyatkan ketika Rasulullah ﷺ tiba di kota Madinah beliau menjumpai kaum Yahudi berpuasa pada bulan Asyura. Beliau menanyakan hal itu kepada mereka, mereka menjawab, “Ini adalah hari di mana Allah menyelamatkan Musa dan menenggelamkan bala tentara Fir’aun.” Lalu beliau bersabda, “Kami lebih berhak atas Musa daripada kalian.” Maka beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan orang-orang untuk berpuasa. Hadis ini disebutkan di dalam kedua kitab Shahih dari Ibnu Abbas
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ ۚ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Quran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa diantara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak lari yang ditinggalkannya itu. pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki stymudahan bagimu dan tidak menghendaki kautkuruh bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan buangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk Nya yang diberikan kepadamu agar kumu bersyukur.” (Al-Baqarah [2] : 183-185).
datang kewajiban Puasa Ramadhan pada tanggal 10 Sya’ban pada tahun 2 Hijriah (tepatnya satu setengah tahun setelah Nabi Hijrah) yaitu ketika turunnya QS. Al-Baqarah (2): 183 185.
Sedangkan Mazhab Hanafi berpendapat lain: bahwa puasa yang diwajibkan kali pertama atas umat Islam adalah puasa Asyura, kemudian setelah datang Ramadan, “Asyurâ’ dirombak (mansukh). Sedang menurut mazhab lainnya, kewajiban puasa Ramadon itu hanya merombak kesunahan puasa Asyura’.
Mazhab Hanafi ini mengambil dalil Hadisnya Ibn Umar dan Aisyah:
عن ابن عمر رضي الله عنهما قال صام التي عاشوراء وأمر بصيامه فلما فرض رمضان ترك وكان عبد الله لا يصومه
“Diriwayatkan dari Ibn Amr bahwa Nabi ﷺ telah berpuasa hari Asyurâ dan memerintahkannya (kepada umatnya) untuk berpuasa pada hari itu. Dan ketika datang perintah puasa Ramadan maka kemudian puasa Asyurâ’ beliau tinggalkan, Abdullah (Ibnu Umar) juga tidak berpuasa.” (Sahih Bukhârî)
sebuah riwayat mengisahkan masa sebelumnya, Rasûlullah biasa melakukan puasa Asyura’ sejak sebelum hijrah dan terus berlanjut sampai setelah hijrah. Ketika hijrah ke Madinah beliau mendapati orang-orang Yahudi sedang berpuasa (‘Âsyurâ’), beliau pun ikut berpuasa seperti mereka dan menyerukan kepada umatnya untuk melakukan puasa itu.
Sebagaimana Hadîs:
عن ابن عباس رضي الله عنه قال قدم الي المدينة فرأى اليهود صوم يوم عاشوراء فقال ما هذا قالوا هذا يوه صالح هذا يوم نجی إسرائيل من عدوه فصامه موسى قال فأنا أحق بموسی منکم کی بني
فصامه وأمر بصيامه
Dari Ibn ‘Abbâs meriwayatkan: ketika Nabi meriwayatkan: ketika Nabi sampai di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi sedang melakukan puasa Asyura, lalu beliau bertanya: (puasa) apa ini? Mereka menjawab: ini adalah hari Nabi Shaleh hari ketika Allah memenangkan Bani Israil atas musuh-musuhnya, maka lantas Musa melakukan puasa pada hari itu. Lalu Nabi, berkata: “Aku lebih berhak atas Musa daripada kalian. Lantas beliau melaksanakan puasa tersebut dan memerintahkan (kepada sahabat-sahabatnya) berpuasa.” (HR. Bukhari) –
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ وَجَدَهُمْ يَصُومُونَ يَوْمًا يَعْنِي عَاشُورَاءَ فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ وَهُوَ يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَأَغْرَقَ آلَ فِرْعَوْنَ فَصَامَ مُوسَى شُكْرًا لِلَّهِ فَقَالَ أَنَا أَوْلَى بِمُوسَى مِنْهُمْ فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ
Dari Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhuma bahwa Nabi ﷺ ketika tiba di Madinah, Beliau mendapatkan mereka (orang Yahudi) malaksanakan shaum hari ‘Asyura (10 Muharam) dan mereka berkata; “Ini adalah hari raya, yaitu hari ketika Allah menyelamatkan Musa dan menenggelamkan Fir’aun. Lalu Nabi Musa ‘Alaihissalam mempuasainya sebagai wujud syukur kepada Allah”. Maka Beliau bersabda: “Akulah yang lebih utama (dekat) terhadap Musa dibanding mereka”. Maka Beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan ummat Beliau untuk mempuasainya.” (HR. Bukhari).
Ibnu Jarir berkata, “Di tahun ini orang-orang diperintahkan untuk menunaikan zakat fitrah. Ada yang berpendapat: Bahwasanya Rasulullah ﷺ berkhutbah di hadapan orang-orang satu hari atau dua hari- sebelum hari raya Idul Fitri, dan memerintahkan mereka untuk menunaikan zakat fitrah .” Ibnu Jarir menambahkan, “Pada tahun ini Nabi ﷺ melaksanakan shalat ‘Id, beliau keluar bersama orang-orang menuju tempat shalat. Itulah shalat ‘Id pertama yang beliau laksanakan. Orang-orang keluar di hadapan beliau yang membawa bayonet. Bayonet itu milik Zubair yang dihadiahkan Raja Najasyi hepadanya. Dan selanjutnya bayonet itu biasa dibawa di hadapan Rasulullah ﷺ pada pelaksanaan shalat Id.”
Menghidupkan Malam Pertengahan Bulan Sya’ban dengan Kebaikan
Peristiwa-peristiwa penting di bulan Sya’ban lainnya ialah tradisi menghidupkan kebaikan. Dalam kitab Maadzaa fi Sya`baan karya As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki mengutip Imam Baihaqi meriwayatkan dari Aisyah ra bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Jibril datang kepadaku dan berkata, “Ini adalah malam Nishfu Sya’ban, di mana Allah memerdekakan hamba-hamba-Nya dari neraka pada malam ini sebanyak bulu domba Bani Kilab, kecuali bagi orang musyrik, bercekcok, pemutus silaturrahim, anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya, dan peminum minuman keras.”
Riwayat di atas memberi gambaran kemuliaan malam Nishfu Sya’ban, yaitu malam pertengahan bulan Sya’ban. Pada malam itu, rahmat Allah SWT ditebarkan di atas bumi bagi manusia yang saat itu beribadah, bermunajat, dan bertafakkur kepada Sang Pencipta.
Bagi hamba yang memohon ampun dari dosa-dosanya sekalipun dosanya sebanyak buih di lautan, tak terhingga, maka ia akan diampuni semuanya, kecuali dosa-dosa yang disebutkan dalam riwayat tersebut. Wallahu A’lam bis Shawaab.*