Masa Depan CerdasParenting

Manajemen Umur yang Islami

Meskipun tujuan utama hidup kita untuk kebahagiaan di akhirat, tetapi kita dilarang mengabaikan nasib kita di dunia. (QS. 28 : 77).

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

Dalam rangka tidak melupakan dunia, diantaranya adalah cerdas memenej umur secara Islami. Menurut Rasulullah SAW, umur umat Beliau antara 60 – 70 tahun, bisa lebih dan bisa kurang. Umur manusia di dunia dibatasi oleh kematian, sedangkan kematian adalah kepastian misterius, pasti terjadi tetapi kita tidak tahu kapan terjadinya. Karena anak kita masih punya masa depan dunia yang panjang, kita harapkan bisa berumur di atas 70 tahun. Rentang usia dunia kita bisa kita bagi menjadi empat tahap perduapuluh tahunan dan masing-masing tahap usia hendaknya digunakan sesuai dengan stressing amaliyahnya. Tahapan-tahapan itu adalah:

  • Usia 0 – 20 tahun

Disamping tahap pertumbuhan fisik agar sehat, kuat dan berat, anak kita harus disiapkan perkembangan mental agar sensitif, kreatif dan produktif. Sebagaimana telah kita bahas di atas, usia 0 – 20 tahun ini untuk mancari tiga ilmu, yaitu ilmu syar’i, profesi dan beladiri. Sehingga saat usia 20 tahun, anak kita sudah dewasa, siap membenturkan idealisme dalam realitas, siap menklukkan tantangan moralitas, kreatifitas dan kriminalitas.

  • Usia 20 – 40 tahun

Usia untuk membangun kejayaan dunia, memiliki perhiasan dunia, menjadi tokoh dunia, paling tidak seperti Rasulullah SAW, sebelum usia 40 tahun sudah diberi gelar al-amiin oleh masyarakatnya karena telah memiliki prestasi yang bisa disaksikan langsung oleh masyarakat. Setidak-tidaknya sebelum usia 40 tahun dengan memanfaatkan ilmu syar’i, profesi dan beladiri, anak-anak kita telah memiliki enam indikasi simbol duniawi, sebagaiman disebut di dalam QS. Ali Imran: 14, yaitu telah memiliki pasangan hidup, anak, tabungan, kendaraan, profesi dan jaminan hari tua.

  • Usia 40 – 60 tahun

Setelah anak kita punya ilmu dan telah lengkap sarana hidup duniawinya, maka pada usia 40 tahun mulai berorientasi pada nilai, bukan pada materi. Menurut QS. Al-Ahqof: 15, usia ini adalah untuk berusaha bisa bersyukur, menata hati yang lebih ikhlas, melakukan regenerasi dan kederisasi, sempat bertaubat dan akhirnya bersiap untuk berserah diri keharibaan Ilahi.

  • Usia 60 – akhir hayat

Usia 60 tahun adalah usia harapan hidup rata-rata minimal, artinya secara dejure, manusia sudah bukan warga dunia, meskipun secara defacto masih berada di dunia. Statusnya sudah menjadi warga kehormatan. Karena bukan warga dunia, maka Allah mengingatkan dengan dua bentuk peringatan, yaitu ada tanda-tanda mulai tidak butuh dunia dan mulai tidak dibutuhkan oleh dunia. Sehingga pada usia ini, pada dasarnya di dunia sudah kehilangan surganya, yang tersisa adalah “nerakanya dunia”.

Pada usia ini hendaknya setelah kita mencari teori, mencari materi, mencari nilai, ujung-ujungnya manusia memasuki masa transisi, yaitu belajar untuk meninggalkan dunia bukan belajar untuk meninggal dunia.

Jika gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meningalkan belang, bagi kita hendaknya jika mati sudah memiliki prasasti yang berfungsi, yaitu shodaqoh jariyyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholih yang mendoakan orang tua (QS. 36: 12)

إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا۟ وَءَاثَٰرَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنَٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ

Artinya: Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).

Share Kebaikan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *